SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

PAJAK BERSAMA ANDA MEMBANGUN BANGSA

KPP PRATAMA KARANGANYAR
Jl KH Samanhudi No 7 Kompleks Perkantoran Cangakan Kabupaten Karanganyar
Telp (0271) 495081, 6491281, 6491283
Fax (0271) 6491284

Sabtu, 29 Mei 2010

Putusan Pajak dan Kekalahan Negara

SUPREMASI hukum di negeri ini masih banyak ditentukan siapa pemegang kekuasaan uang. Hukum teramat mudah diatur dan ditransaksikan.

Semakin celaka setelah pemegang kekuasaan uang itu memegang juga kekuasaan kartel politik. Maka, di tangan kartel itu tidak ada yang tidak bisa dijamah dan dipengaruhi.

Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, nuansa itulah yang setidaknya mulai terasa ketika Mahkamah Agung memenangkan PT Kaltim Prima Coal (KPC) dalam kasus pajak senilai Rp1,5 triliun melawan Direktorat Jenderal Pajak. KPC adalah unit usaha Bumi Resources, milik Aburizal Bakrie, Ketua Pelaksana Harian Sekber Partai Koalisi.

Itu kekalahan kedua kalinya bagi negara atas PT KPC. Kekalahan pertama terjadi pada 8 Desember 2009, ketika Pengadilan Pajak memutuskan agar pemeriksaan bukti permulaan kasus pajak itu digugurkan.

Kasus pajak KPC selama ini sangat ramai dibicarakan dan semakin menjadi sorotan sejak sekber koalisi terbentuk karena dikhawatirkan terjadi barter kepentingan. Nyatanya, susah untuk menafsirkan bahwa keputusan MA itu normal, alias tidak ada kejanggalan.

Hasil kajian Ditjen Pajak dan lembaga seperti Indonesia Corruption Watch menunjukkan KPC menyampingkan kewajiban mereka membayar pajak.

Pantauan yang dilakukan kedua lembaga itu atas laporan keuangan PT KPC pada 2007 memperlihatkan indikasi adanya manipulasi untuk menurunkan nilai pajak.

Tetapi, MA memutuskan sebaliknya. MA memenangkan PT KPC dan mengalahkan negara. Dan, perlu digarisbawahi, putusan MA itu dikeluarkan di tengah terbongkarnya dan belum tuntasnya pengusutan mafia perpajakan yang antara lain melibatkan Gayus Tambunan. Keputusan MA itu jelas mengecewakan publik. Keputusan MA itu sulit dipercaya diambil dengan penuh kejujuran.

Karena itu, MA harus bersikap terbuka atas putusan ini. Pertimbangan hukum yang digunakan hakim untuk memutuskan perkara itu harus dibuka secara terang benderang kepada publik.

Bahkan, Komisi Yudisial hendaknya mengambil inisiatif untuk mengusut, apa yang terjadi di balik putusan MA itu?

Kekalahan demi kekalahan negara atas mereka yang nakal dan membentuk imperium kartel sebenarnya lebih banyak terjadi karena rapuhnya lembaga negara. Hentikan ini. Jangan terus-menerus mencetak gol bunuh diri.

1 komentar:

Kolom apa yang perlu ditambahkan pada blog ini